PACARAN DAN BAHAYA-NYA
DALAM ISLAM
BOLEHH NGGA' YAHHHHH???????? |
ASSALAMUALAIKUM
Zaman sekarang, jelas anda akan merasa kesepian tanpa seorang pacar atau kekasih, dan dalam menjalin suatu hubungan-pun tak jarang seseorang mempunyai cara yang berbeda dalam berhubungan.
Nah mumpung sekarang lagi marak-maraknya tuh yang namanya Penyimpangan Sosial yang berkaitan dengan " Pacaran", yukk kita pelajari dulu apa bahaya-bahayanya,,,
Di dalam ISLAM dah dijelaskan :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah tertulis atas anak-anak keturunan Adam bagian mereka dari perbuatan zina. Niscaya dia akan mendapatinya. Kedua mata, zinanya adalah melihat. Kedua telinga, zinanya adalah mendengar. Lisan, zinanya adalah berbicara. Tangan, zinanya adalah menyentuh. Kaki, zinanya adalah melangkah. Dan hati dengan berharap dan berkhayal. Dan hal itu dibenarkan oleh kemaluan, atau didustakan.” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
nah,,, buat kita semua,, seluruh anggota tubuh-pun akan menjadi saksi atas apa yang sudah kita perbuat, walaupun hanya mendengar, berbicara,, apalagi melihat atau sampai melakukan,, waddowww bahaya
KALAU udah TERLANJURRR GIMANAAAA?????
Ada tiga syarat brow and sist, yaitu :
Pertama: Pelaku maksiat tersebut haruslah berlepas diri dari kemaksiatan.
Kedua: Pelaku maksiat haruslah menyesali perbuatannya.
Ketiga: Pelaku maksiat ini mesti ber’azam untuk tidak kembali melakukan maksiat tersebut selamanya.
Oleh karena itu
jika perbuatan maksiat tersebut bersinggungan dengan salah seorang anak Adam, maka syarat taubat ada empat: Tiga syarat di atas tadi, dan syarat keempat: berlepas dari hak anak Adam tersebut. Jikalau berupa harta atau semisalnya, maka dia harus mengembalikannya. Jikalau berupa dera atas sebuah tuduhan (palsu), maka dia menyerahkan dirinya untuk mendapatkan ganjaran atas tuduhan tersebut, atau meminta pengampunannya. Dan jika berupa ghibah, maka dia harus meminta penghalalan dari orang tersebut selama permintaan tersebut tidak menyebabkan mafsadat yang lebih besar. Dan diharuskan bertaubat dari seluruh perbuatan dosa. Jika dia bertaubat dari sebagian perbuatan dosa, taubatnya sah menurut pandangan ulama As-Sunnah atas dosa itu. Sementara dosa-dosa lainnya tetap tersisa. Dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan konsensus ulama Islam sangatlah jelas menunjukkan keharusan bertaubat. [1]
Jadi sepatutnyalah bagi orang tersebut untuk menyesali diri atas perbuatan maksiat yang dilakukannya dan menanamkan di dalam dirinya untuk tidak kembali melakukan perbuatan tersebut. Karena inilah hakikat taubat menurut para ulama syara’. Dan diriwayatkan dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Penyesalan diri merupakan taubat.”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat setelah perbuatan -dosa- itu dan melakukan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (An-Nuur: 5)
Adapun laki-laki yang disebutkan pada soal tersebut, tidaklah harus meminta maaf kepada si wanita, bahkan wanita tersebut juga harus bertaubat dan menyadari kemaksiatan yang dilakukannya bersama si laki-laki. Sedangkan untuk menghilangkan rasa takut dan rasa bersalah di dalam dirinya adalah dengan benar-benar merealisasikan taubatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menyertakan amal-amal kebaikan, memperbanyak doa dan munajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Kecuali bagi yang bertaubat dan beriman serta melakukan amal shalih, maka mereka itu Allah akan gantikan keburukan mereka dengan kebaikan. Dan Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Dan barangsiapa yang bertaubat dan melakukan amal shalih, maka sesungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan sebaik-baik taubat.” (Al-Furqan: 70-71)
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisa: 17)
Nahh... kalo udah tahu jadi jangan membodohi diri kita sendiri untuk tetap melakukannya,
karena balasan yang diberikan tentu setali tiga uang atas perbuatan yang telah kita perbuat.
Wassalamuaalaikum,, sobbb..
No comments:
Post a Comment